watch sexy videos at nza-vids!
WWW.CERITAINDO.SEXTGEM.COM

Find us On Facebook and Twitter
facebook.jpg | twitter.jpg

3 WANITA 1 LELAKI

Namaku Jackie dan tentunya bukan nama asliku.
Aku adalah pria yang kurang beruntung, karena
sudah dua kali ingin berniat untuk berkeluarga
dan dua-duanya gagal. Aku berasal dari
Indonesia, tapi sudah lama sekali tinggal di
negerinya “kanguru”. Dan atas saran teman-
teman, maka aku mensponsori seorang cewek
dari Indonesia dengan niat untuk menikah. Tapi
setelah wanita itu mendapatkan izin tinggal tetap
di negeri ini, wanita itu meninggalkan aku. Begitu
juga dengan yang kedua, yang berasal dari
Amerika Latin. Nah, karena rumah yang kumiliki
ini mempunyai dua kamar dan karena aku hanya
tinggal sendiri sekaligus sudah kapok untuk
mencari pasangan lagi, maka kamar yang
satunya aku sewakan pada seorang pelajar
(cowok) dari Jepang. Namanya Gamhashira.
Gamha yang playboy ini sudah dua hari pulang
ke negerinya untuk berlibur setelah menamatkan
SMA-nya.
Pada suatu sore di hari libur (liburan dari kerja)
aku buang waktu dengan main internet, lebih
kurang satu setengah jam bermain internet, tiba-
tiba terdengar suara bel. Setengah kesal aku
hampiri juga pintu rumahku, dan setelah aku
mengintip dari lubang kecil di pintu, kulihat tiga
orang gadis. Kemudian kubuka pintu dan
bertanya (maaf langsung aku terjemahkan saja
ke bahasa Indonesia semua percakapan kami),
“Bisa saya bantu?” kataku kepada mereka.
“Maaf, kami sangat mengganggu, kami mencari
Gamha dan sudah satu jam lebih kami coba
untuk telepon tapi kedengarannya sibuk terus,
maka kami langsung saja datang.”
Yang berwajah Jepang nyerocos seperti kereta
express di negerinya.
“Oh, soalnya saya lagi main internet, maklumlah
soalnya hanya satu sambungan saja telepon
saya,” jawabku.
“Memangnya kalian tidak tahu kalau si Gamha
sedang pulang kampung dua hari yang lalu?”
lanjutku lagi.
Kali ini yang bule berambut sebahu dengan kesal
menjawab, “Kurang ajar si Gamha, katanya
bulan depan pulangnya, Jepang sialan tuh!”
“Eh! Kesel sih boleh, tapi jangan bilang Jepang
sialan dong. Gua tersinggung nih,” yang
berwajah Jepang protes.
“Sudahlah, memang belum rejeki kita dijajanin
sama si Gamha,” sekarang bule bermata biru
nyeletus.
Dengan setengah bingung karena tidak mengerti
persoalannya, kupersilakan mereka untuk
masuk. Mulanya mereka ragu-ragu, akhirnya
mereka masuk juga. “Iya deh, sekalian numpang
minum,” kata bule yang berambut panjang
masih kedengaran kesalnya.
Setelah mereka duduk, kami memperkenalkan
nama kami masing-masing.
“Nama saya Jacky,” kataku.
“Khira,” kata yang berwajah Jepang (dan
memang orang Jepang).
Yang berambut panjang menyusul,
“Emily,” (Campuran Italia dengan Inggris).
“Saya Eve,” gadis bermata biru ini asal Jerman.
“Jacky, kamu berasal dari mana?” lanjutnya.
“Jakarta, Indonesia,” jawabku sambil menuju ke
lemari es untuk mengambilkan minuman sesuai
permintaan mereka.
Sekembalinya saya ke ruang tamu dimana
mereka duduk, ternyata si Khira dan Eve sudah
berada di ruang komputer saya, yang memang
bersebelahan dengan ruang tamu dan tidak
dibatasi apa-apa.
“Aduh, panas sekali nich?!” si Emily ngedumel
sambil membuka kemeja luarnya.
Memang di awal bulan Desember lalu, Australia
ini sedang panas-panasnya. Aku tertegun
sejenak, karena bersamaan dengan aku
meletakkan minuman di atas meja, Emily sudah
melepaskan kancing terakhirnya. Sehingga
dengan jelas dapat kulihat bagian atas bukit putih
bersih menyembul, walaupun masih terhalangi
kaos bagian bawahnya. Tapi membuatku sedikit
menelan ludah. Tiba-tiba aku dikejutkan dengan
suara si Eve,
“Jacky, boleh kami main internetnya?”
“Silakan,” jawabku.
Aku tidak keberatan karena aku membayar untuk
yang tidak terbatas penggunaannya.
“Mau nge-chat yah?” tanyaku sambil tersenyum
pada si Emily.
“Ah, paling-paling mau lihat gambar gituan,”
lanjut Emily lagi.
“Eh, kaliankan masih di bawah umur?” kataku
mencoba untuk protes.
“Paling umur kalian 17 tahun kan?” sambungku
lagi.
Khira menyambut, “Tahun ini kami sudah 18
tahun. Hanya tinggal beberapa bulan saja.” Aku
tidak bisa bilang apa-apa lagi. Baru saja aku
ngobrol dengan si Emily, si Eve datang lagi
menanyakan, apa saya tahu site-nya gambar
“gituan” yang gratis. Lalu sambil tersenyum saya
hampiri komputer, kemudian saya ketikkan salah
satu situs seks anak belasan tahun gratis
kesukaanku. Karena waktu mengetik sambil
berdiri dan si Khira duduk di kursi meja
komputer, maka dapat kulihat dengan jelas ke
bawah bukitnya si Khira yang lebih putih dari
punyanya si Emily. Barangku terasa berdenyut.
Setengah kencang. Setelah gambar keluar, yang
terpampang adalah seorang negro sedang
mencoba memasuki barang besarnya ke lubang
kecil milik gadis belasan. Sedangkan mulut gadis
itu sudah penuh dengan barang laki-laki putih
yang tak kalah besar barangnya dengan barang
si negro itu. Terasa barangku kini benar-benar
kencang karena nafsu dengan keadaan. Si Emily
menghampiri kami berada, karena si Eve dan
Khira tertawa terbahak-bahak melihat gambar
itu. Aku mencoba menghindar dari situ, tapi
tanpa sengaja sikut Khira tersentuh barangku
yang hanya tertutup celana sport tipis. Baru tiga
langkah aku menghindar dari situ, kudengar
suara tawa mereka bertambah kencang,
langsung aku menoleh dan bertanya, “Ada apa?”
Eve menjawab, “Khira bilang, sikutnya terbentur
barangmu,” katanya.
Aku benar-benar malu dibuatnya. Tapi dengan
tersenyum aku menjawab, “Memangnya
kenapa, kan wajar kalau saya merasa terangsang
dengan gambar itu. Itu berarti aku normal.”
Kulihat lagi mereka berbisik, kemudian mereka
menghampiriku yang sedang mencoba untuk
membetulkan letak barangku. Si Eve bertanya
padaku sambil tersipu,
“Jacky, boleh nggak kalau kami lihat barangmu?”
Aku tersentak dengan pertanyaan itu.
“Kalian ini gila yah, nanti aku bisa masuk penjara
karena dikira memperkosa anak di bawah
umur.”
(Di negeri ini di bawah 18 tahun masih dianggap
bawah umur).
“Kan tidak ada yang tahu, lagi pula kami tidak
akan menceritakan pada siapa-siapa, sungguh
kami janji,” si Emily mewakili mereka.
“Please Jacky!” sambungnya.
“Oke, tapi jangan diketawain yah!” ancamku
sambil tersenyum nafsu.
Dengan cepat kuturunkan celana sport-ku dan
dengan galak barangku mencuat dari bawah ke
atas dengan sangat menantang. Lalu segera
terdengar suara terpekik pendek hampir
berbarengan.
“Gila gede banget!” kata mereka hampir
berbarengan lagi.
“Nah! Sekarang apa lagi?” tanyaku.
Tanpa menjawab Khira dan Emily
menghampiriku, sedangkan Eve masih berdiri
tertegun memandang barangku sambil tangan
kanannya menutup mulutnya sedangkan tangan
kirinya mendekap selangkangannya. “Boleh
kupegang Jack?” tanya Khira sambil jari
telunjuknya menyentuh kepala barangku tanpa
menunggu jawabanku. Aku hanya bisa
menjawab, “Uuuh…” karena geli dan nikmat oleh
sentuhannya. Sedang Eve masih saja
mematung, hanya jari-jari tangan kirinya saja
yang mulai meraih-raih sesuatu di
selangkangannya. Lain dengan Emily yang
sedang mencoba menggenggam barangku, dan
aku merasa sedikit sakit karena Emily
memaksakan jari tengahnya untuk bertemu
dengan ibu jarinya. Tiba-tiba Emily, hentikan
kegiatannya dan bertanya padaku, “Kamu punya
film biru Jack?” Sambil terbata-bata kusuruh Eve
untuk membuka laci di bawah TV-ku dan minta
Eve lagi untuk masukan saja langsung ke video.
Waktu mulai diputar gambarnya bukan lagi dari
awal, tapi sudah di pertengahan. Yang tampak
adalah seorang laki-laki 60 tahun sedang dihisap
barangnya oleh gadis belasan tahun. Kontan saja
si Eve menghisap jarinya yang tadinya dipakai
untuk menutup mulut sedangkan jari tangan
kirinya masih kembali ke tugasnya.
Pandanganku sayup, dan terasa benda lembut
menyapu kepala barangku dan benda lembut
lainnya menyapu bijiku. Aku mencoba untuk
melihat ke bawah, ternyata lidah Khira di bagian
kepala dan lidah Emily di bagian bijiku.
“Uuh… ssshh… uuuhh… ssshhh…” aku merasa
nikmat.
Kupanggil Eve ke sampingku dan kubuka dengan
tergesa-gesa kaos dan BH-nya. Tanpa sabar
kuhisap putingnya dan segera terdengar nafas
Eve memburu.
“Jacky… ooohh… Jacky… terusss… ooohhh…”
nikmat Eve terdengar.
Kemudian terasa setengah barangku memasuki
lubang hangat, ternyata mulut Khira sudah
melakukan tugasnya walaupun tidak masuk
semua tapi dipaksakan olehnya.
“Slep… slep… chk… chk…”
Itulah yang terdengar paduan suara antara
barangku dan mulut Khira. Emily masih saja
menjilat-jilat bijiku.
Dengan kasar Eve menarik kepalaku untuk
kembali ke putingnya. Kurasakan nikmat tak
ketulungan. Kuraih bahu Emily untuk bangun
dan menyuruhnya untuk berbaring di tempat
duduk panjang. Setelah kubuka semua
penghalang kemaluannya langsung kubuka lebar
kakinya dan wajahku tertanam di
selangkangannya.
“Aaahhh… Jacky… aaahhh… enak Jacky…
teruskan… aaahhh… terussss Jacky!” jerit Emily.
Ternyata Eve sudah bugil, tangannya dengan
gemetar menarik tanganku ke arah barangnya.
Aku tahu maksudnya, maka langsung saja
kumainkan jari tengahku untuk mengorek-
ngorek biji kecil di atas lubang nikmatnya. Terasa
basah barang Eve, terasa menggigil barang Eve.
“Aaaahhh…” Eve sampai puncaknya.
Aku pun mulai merasa menggigil dan barangku
terasa semakin kencang di mulut Khira,
sedangkan mulutku belepotan di depan barang
Emily, karena Emily tanpa berteriak sudah
menumpahkan cairan nikmatnya. Aku tak tahan
lagi, aku tak tahan lagi, “Aahhh…” Sambil
meninggalkan barang Emily, kutarik kepala Khira
dan menekannya ke arah barangku. Terdengar,
“Heeerrkk…” Rupanya Khira ketelak oleh
barangku dan mencoba untuk melepaskan
barangku dari mulutnya, tapi terlambat cairan
kentalku tersemprot ke tenggorokannya.
Kepalanya menggeleng-geleng dan tangannya
mencubit tanganku yang sedang menekan
kepalanya ke arah barangku. Akhirnya
gelengannya melemah Khira malah memaju
mundurkan kepalanya terhadap barangku. Aku
merasa nikmat dan ngilu sekali, “Sudah…
sudah… aku ngiluuu… sudah…” pintaku. Tapi
Khira masih saja melakukannya. Kakiku gemetar,
gemetar sekali. Akhirnya kuangkat kepala Khira,
kutatap wajahnya yang berlumuran dengan
cairanku. Khira menatapku sendu, sendu sekali
dan kudengar suara lembut dari bibirnya, “I Love
you, Jacky!” aku tak menjawab. Apa yang harus
kujawab! Hanya kukecup lembut keningnya dan
berkata, “Thank you Khira!”
Rasa nikmatku hilang seketika, aku tak bernafsu
lagi walaupun kulihat Eve sedang memainkan
klitorisnya dengan jarinya dan Emily yang
ternganga memandang ke arahku dan Khira.
Mungkin Emily mendengar apa yang telah
diucapkan oleh Khira. Demikianlah, kejadian demi
kejadian terus berlangsung antara kami. Kadang
hanya aku dengan salah satu dari mereka,
kadang mereka berdua saja denganku. Aku
masih memikirkan apa yang telah diucapkan
oleh Khira. Umurku lebih 10 tahun darinya. Dan
sekarang Khira lebih sering meneleponku di
rumah maupun di tempat kerjaku. Hanya untuk
mendengar jawabanku atas cintanya. Dan
belakangan aku dengar Eve dan Emily sudah
jarang bergaul dengan Khira.
TAMAT


Adult | GO HOME | Exit
1/1702
U-ON

inc Powered by Xtgem.com